Kamis, 02 Agustus 2012

Kajian Intertekstual dan Alih Wahana Film Opera Jawa karya Garin Nugroho dengan Naskah Rama Karya Kartapradja


  
  1.    Pendahuluan

Sastra merupakan salah satu cabang seni, dan seni merupakan salah satu unsur dari kebudayaan. Budaya adalah hasil cipta rasa dan karsa manusia sebagai pelaku budaya. Budaya adalah hal yang dinamis, bergerak sesuai tempatnya berpijak. Sama halnya dengan sastra, sastra berkembang sesuai dengan masyarakat yang berkembang. Masyarakat sudah banyak menghasilkan karya sastra, masyarakat juga telah banyak membaca dan menikmati berbagai karya sastra dari berbagai bentuk. Atas dasar hal tersebut, kajian Intertekstual adalah salah satu teori yang bisa menjembatani  perkembangan sastra modern saat ini dengan naskah-naskah lama yang ada.
Kajian Intertekstual awalnya dikembangkan oleh peneliti Perancis , Julia Kristeva, walaupun pada dasarnya prinsip ini telah diketahui pula oleh para formalis. Prinsip ini berarti bahwa setiap teks sastra dibaca dan harus dibaca dengan latar belakang teks-teks lain ( Teeuw 1984 : 145). Hal tersebut benar adanya karena tidak ada teks yang mandiri berdiri sendiri, suatu teks pasti mendapat ilham atau ide-ide dari teks lain yang sudah ada sebelum teks tersebut, sehingga pengembangan dari teks tersebut yang menyebabkan adanya kajian Intertekstual. Teeuw (1984 : 146) mengatakan bahwa konsep intertekstualitas memainkan peranan yang sangat penting dalam semiotik sastra, tidak hanya dalam usaha untuk sekadar member interpretasi tertentu terhadap karya sastra yang konkrit saja.
Dalam hal ini, kajian intertekstual di Indonesia sangatlah penting karena karya-karya sastra di Indonesia banyak sekali yang menggunakan kajian tersebut. Cerita-cerita pewayangan pada khususnya Ramayana dan Mahabharata telah menjadi teks Hipergram dari kebanyakan naskah Nusantara. Tidak hanya ke dalam sastra tulis saja seperti puisi dan prosa, naskah Ramayana dan Mahabharata pun sudah menjadi hipogram dari beberapa pertunjukan teater dan film. Hal tersebut merupakan salah satu ciri perkembangan sastra modern. Perkembangan sastra modern menunjukan adanya proses saling mencuri atau saling meminjam dari beberapa karya sastra lain,dalam hal ini mungkin yang dipinjam adalah ide, amanat, nilai-nilai, atau alur cerita ( Sapardi Djoko Damono 2005 : 22).
                   Perkembangan sastra modern melalui intertekstual juga berdampingan dengan teori alih wahana. Menurut Sapardi Djoko Damono (2005 : 96)  Alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke kesenian lain. Karya sastra tidak hanya bisa diterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain, tapi juga bisa dari satu kesenian ke kesenian lain. 

  2.  Selayang Pandang tentang Film Opera Jawa
                Interpretasi dari sudut pandang masyarakatlah yang menciptakan unsur-unsur intertekstual dan alih wahana tersebut. Seperti pada film “Opera Jawa” karya Garin Nugroho, yang telah menyabet penghargaan dari beberapa festival film dunia seperti Festival film Venesia, Festival Film Internasional London, Festival film Toronto, Festival Film Brussel, dan festival Film Indonesia. Film Ini bercerita tentang 2 pasangan suami istri bernama Setyo dan Siti yang merupakan mantan penari wayang orang Ramayana di desanya, Setyo adalah mantan pemeran Rama, sedangkan Siti merupakan pemeran Shinta dalam wayang orang tersebut. Pasangan suami istri tersebut kemudian menjadi pengusaha gerabah yang sukses didesanya. Namun, rekan penari mereka yang dahulu memerankan Rahwana, Ludiro, diam-diam mencintai Siti sejak lama, dan ia pun berhendak untuk mencuri Siti dari Setyo. Konflik dalam film ini pun bukan hanya itu, Setyo yang merupakan juragan Gerabah mendapat saingan dari kawannya semasa menjadi penari wayang orang yakni Ludiro itu sendiri yang menjadi juragan daging. Dalam cerita ini penggambaran cerita di setting desa tersebut sangat menggambarkan adanya proses intertekstual cerita Ramayana kedalam film Opera Jawa. Walaupun tokoh nya berbeda , namun penokohan dalam Opera Jawa sangat mirip dengan cerita Ramayana. Tokoh Setyo menggambarkan Rama, tokoh Siti menggambarkan tokoh Shinta, sedangkan Ludiro menggambarkan tokoh Rahwana. Jika dibahas lebih lanjut lagi, maka akan didapatkan tokoh Lesmana, Anoman, Sukesi, dll. 

  3.Pembahasan
                Kajian intertekstual dan Alih wahana dalam film Opera Jawa ini mengambil naskah Rama karya R.ng. Kartapradja sebagai teks hipogram dan  Film opera Jawa ini sebagai teks Hipergram dan sebagai alih wahananya. Ada kemiripan dari keduanya, yakni sama-sama berbahasa jawa. Naskah Rama karangan Kartapradja menggunakan bahasa Jawa ejaan lama, sedangkan film opera Jawa menggunakan dialog dengan tembang-tembang jawa.Dalam film Opera Jawa, digambarkan Setyo meninggalkan Siti dan menyuruh Lesmana untuk menjaganya, kepergian Setyo adalah untuk menjual gerabahnya ke luar kota. Hal itu berbeda dengan naskah Rama dari Kartapradja yang menceritakan bahwa kepergian Rama adalah untuk mencari Kijang Kencana yang merupakan peralihan wujud dari Marica, anak buah Rahwana. Dalam film Opera Jawa juga diceritakan Anoman membakar daerah kekuasaan Ludiro, namun proses pembakarannya tidak seperti dalam naskah Rama karangan Kartapradja, Anoman di Opera Jawa membakar kekuasaan Ludiro atas perintah dari Setyo yang merupakan tuannya, jika dalam naskah Rama diceritakan bahwa Anoman ditangkap oleh Rahwana dan akan diberi hukuman api, yakni dibakar hidup-hidup, Anoman yang sakti tidak mati oleh api namun malah membakar seluruh alengka dengan api yang seharusnya membunuhnya. Namun ada satu persamaan dari kedua cerita ini, dalam opera Jawa digambarkan bahwa Ludiro mati dalam pertempuran melawan Setyo, dalam Rama karya Kartapradja, Rahwana pun mati ditangan Rama. Hal tersebut berbeda dalam naskah Ramayana lain yang menceritakan bahwa Rahwana tidak bisa mati. Akhir hidup Rahwana adalah di panah dengan panah sakti Rama dan ditindih gunung oleh Anoman. 

  4.  Kesimpulan
Analisis Intertekstual dan Alih Wahana dalam film Opera Jawa tersebut sudah jelas adanya. Film Opera Jawa merupakan hipergram dan naskah Ramayana, yang dalam hal ini diambil dari naskah Rama karya R.ng. Kartapradja merupakan Hipogramnya. Perbedaan dan persamaan  yang sudah dijeaskan diatas sudah menjelaskan bahwa Film Opera jawa terinspirasi atau bersumber dari naskah agung Ramayana. Garin Nugroho sebagai Sutradara film opera jawa ini sendiri mengatakan bahwa cerita opera jawa terinspirasi dari naskah agung Ramayana namun di terapkan dalam kehidupan masyarakat sekarang dengan perlambang-perlambang yang memuat unsur semiotik. Adanya Dekonstruksi cerita dari film ini juga memperkuat kesan kontemporer dalam film ini walaupun plot dan tema ceritanya masih sama . hal tersebutlah yang membuat film ini menarik.
Perkembangan Intertekstual bisa membuat perkembangan yang baik bagi kasusastraan Indonesia bahkan Jawa. Sebab bisa menggabungkan nilai-nilai adiluhung jaman dahulu dan kemodernitas jaman sekarang. Hal tersebut bisa menumbuhkan rasa cinta kita terhadap budaya kita. Hal tersebut sudah ditunjukan oleh film Opera Jawa ini.







Pustaka :
Teeuw,A, Prof.Dr. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta. Pustaka Jaya
Djoko Damono , Sapardi. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta. Depdiknas Pusat Bahasa
Kartapradja. R.ng.1937. Rama. Batavia. Bale Pustaka
Sunardi DM. 1994. Ramayana. Jakarta. Balai Pustaka
Film Opera Jawa (2005) karya Garin Nugroho


Raditya Mahendra

1 komentar: