Rabu, 25 Juli 2012

Sajian Mitis Srimpi Renggowati


Serimpi atau simpi merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut penari wanita di istana. Menurut Prof. Dr. Priyono[1], nama Srimpi terkait dengan akar kata pembentukannya yaitu impi atau mimpi. Hal tersebut didasarkan pada proses pelaksanaan tari yang berlangsung selama hampir satu jam dengan gerakan penari yang gemulai serta gendhing iringan yang halus dan tempo yang cenderung pelan, sehingga orang seakan dibawa kedalam alam mimpi saat menyaksikannya. Berdasarkan Baoesastra Djawa[2] dipaparkan pula bahwa srimpi adalah lelangen jogged, sing jogged wong wadon cacahe papat ‘seni tari klasik yang ditarikan oleh perempuan berjumlah empat’.
Akan tetapi, tidak seluruh dari tari Srimpi hanya ditarikan oleh empat penari, layaknya Srimpi Renggowati yang  ditarikan  oleh lima penari. Berdasarkan perananya, empat orang penari berperan sebagai serimpi, sedangkan seorang penari perberan sebagai Dewi Renggowati.
Srimpi Renggowati  adalah lelangen joged mataram yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono ke VII, dengan dasar latar belakang petikan cerita dari Anglingdarmo (Mardhana, 1981:42-43). Didalam Srimpi Renggowati, diceritakan tentang Prabu Anglingdarma yang karena kutukan Dewa menjadi burung Belibis putih dalam pengembaraannya ia mencari titisan Dewi Setyawati isterinya yang telah meninggal dunia karena melakukan pati obong[3].
Sampailah burung Belibis jelmaan Prabu Anglingdarmo di taman Bojonegara. Bertenggerlah ia diatas pohon Sumarsana wilis, secara kebetulan pada saat itu Dewi Renggowati sedang bercengkerama ditaman dan tertarik burung belibis putih tersebut. Segeralah burung belibis jelmaan prabu  ditangkapnya. Singkat cerita kemudian burung belisbis putih berubah menjadi Prabu Anglingdarmo, dan sang prabu mengetahui bahwa Dewi Setyawati telah menitis dalam tubuh Dewi Renggowati.
Demikianlah latar belakang yang mendasari Sri Sultan Hamengku Buwono ke VII menciptakan beksan Srimpi Renggowati. Namun yang menjadi perhatian disamping kelembutan tarian dan latar belakang sejarah pembentukan tarian tersebut, kepentingan sakralisasi dan aspek mitis juga menjadi tinjauan utama.
Sejatinya Srimpi Renggowati adalah tarian sakral yang jarang dipentaskan. Hal tersebut dikarenakan banyaknya proses serta syarat yang harus dipenuhi oleh penari agar dapat menarikan serta mementaskan Srimpi Renggowati. Syarat yang harus dipenuhi yakni diantaranya adanya penari muda yang masih suci dan mumpuni dalam menarikan tari Srimpi Renggowati, sebab sebelum mementaskan tarian Srimpi Renggowati para penari harus menjalani laku tirakat dan puasa guna mensucikan diri.
Beratnya proses yang harus dijalani oleh para penari pada dasarnya sejalan dengan filosofi lelangen jogged mataraman yang mengedepankan empat unsur yaitu sawiji, greget, sengguh, lan ora mikuh[4] atau dapat dimaknai dengan berkonsentrasi secara penuh, berkemauan keras, bersungguh-sungguh, serta dalam pelaksanaannya tidak mudah terpengaruh oleh godaan.

F. Widjanarko

 

[1] Mardhana, wisnu, RM. 1981. Macam-macam Tari Tunggal, Beksan, dan Tarian Sakral Gaya Yogyakarta dalam Mengenal Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Percetakan Ofset “Liberty”.
[2] Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J. B. Wolters Uitgevers Maatschappij.
[3] Soedarsono, dkk. 2000. Misteri Serimpi. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.
[4] GBPH Suryobrongto. 1981. Penjiwaan dalam Tari Klasik Gaya Yogyakarta dalam Mengenal Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Percetakan Ofset “Liberty”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar